DECEMBER 9, 2022
News

Jaksa Penuntut Umum Sebut Harvey Moeis Rugikan Negara Sebesar Rp300 Triliun dalam Kasus Korupsi Timah

image
Harvey Moeis hadapi persidangan kasus korupsi timah (Antara)

LIFESTYLEABC.COM - Suami dari artis Sandra Dewi, Harvey Moeis menghadiri persidangan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor, Kota Jakarta pada hari Rabu, 14 Agustus 2024.

Dalam bacaan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum, Pengadilan Tipikor menyebutkan jika Harvey Moeis sudah merugikan negara dengan nilai Rp300 Triliun dalam kasus korupsi timah.

Harvey Moeis dipastikan terkait dengan kasus korupsi timah dalam hal pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk. pada tahun 2015-2022.

Baca Juga: Maroko Susah Payah Padamkan Kebakaran Hutan Akibat Sambaran Gelombang Panas

"Terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum yang merugikan keuangan negara," kata jaksa penuntut umum (JPU) Ardito Muwardi dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.

JPU mengungkapkan perbuatan melawan hukum dimaksud, yakni melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi atau menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi serta melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan.

Atas perbuatannya, Harvey terancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

JPU menjelaskan bahwa perbuatan korupsi Harvey pada awalnya dengan mengadakan pertemuan bersama Direktur Utama PT Timah Tbk. Mochtar Riza Pahlevi dan Direktur Operasi PT Timah Alwin Albar serta 27 pemilik smelter swasta untuk membahas permintaan Mochtar dan Alwin atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor berbagai smelter swasta tersebut.

Permintaan tersebut karena bijih timah yang diekspor oleh para smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi yang bersumber dari penambangan ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.

Adapun pertemuan dilakukan Harvey sepengetahuan Direktur Utama PT Refined Bangka Tin Suparta dan Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin Reza Andriansyah.

Harvey lantas meminta empat smelter swasta, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada Harvey sebesar 500 dolar Amerika Serikat (AS) sampai 750 dolar AS per ton.

Biaya itu, kata JPU, seolah-olah dicatat sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan atau corporate social responsibility (CSR) yang dikelola oleh Harvey atas nama PT Refined Bangka Tin.


Selain itu, Harvey juga didakwa menginisiasi kerja sama sewa alat processing untuk penglogaman timah smelter swasta yang tidak memiliki orang yang kompeten atau competent person (CP), antara lain, keempat smelter swasta dengan PT Timah.

Harvey bersama keempat smelter swasta tersebut pun melakukan negosiasi dengan PT Timah terkait dengan sewa-menyewa smelter swasta hingga menyepakati harga sewa smelter tanpa didahului studi kelayakan (feasibility study) atau kajian yang mendalam.

Selanjutnya JPU menyebutkan Harvey dan keempat smelter swasta menyepakati dengan PT Timah untuk menerbitkan surat perintah kerja (SPK) di wilayah IUP PT Timah dengan tujuan melegalkan pembelian biji timah oleh pihak smelter swasta yang berasal dari penambangan ilegal di IUP PT Timah.

Setelah itu, Harvey dan keempat smelter swasta melakukan kerja sama sewa peralatan processing penglogaman timah dengan PT Timah yang tidak tertuang dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT Timah maupun RKAB lima smelter beserta perusahaan afiliasinya, dengan cara melakukan pembelian bijih timah yang berasal dari penambang ilegal dalam wilayah IUP PT Timah.

Akibat perbuatan tersebut, JPU menilai terjadi kerusakan lingkungan, baik di kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan sehingga merugikan keuangan negara.

Harvey bersama dengan Mochtar, Emil Ermindra, dan Alwin menyepakati harga sewa peralatan processing penglogaman timah sebesar 4.000 dolar AS per ton untuk PT Refined Bangka Tin dan 3.700 dolar AS per ton untuk empat smelter lainnya tanpa kajian, dengan kajian dibuat tanggal mundur.

Tak hanya itu, Harvey juga didakwa menerima biaya pengamanan dari empat perusahaan smelter melalui Helena Lim selaku pemilik PT Quantum Skyline Exchange.***

Sumber: Antara

Berita Terkait