DECEMBER 9, 2022
News

Nia Samsihono: Terdapat Perbedaan antara Musikalisasi Puisi biasa dengan menggunakan Artificial Intelligence

image
Nia Samsihono hadir dalam diskusi SATUPENA membahas Artificial Intelligence (Kiriman)

LIFESTYLEABC.COM - Niia Samsihono, Ketua Satupena DKI Jakarta, mengungkapkan penciptaan karya musikalisasi puisi biasa mempunyai perbedaan dengan menggunakan Artificial Intelligence. 

Pendapat ini diungkapkan Nia Samsihono menjadi narasumber dalam diskusi daring Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA bertema Hati Pena di Jakarta, pada Kamis malam, 11 Juli 2024 kemarin.

Diskusi SATUPENA ini diadakan oleh perkumpulan SATUPENA yang diketuai Denny JA dan dipandu oleh Amelia Fitriani dan Swary Utami Dewi dan mengundang Nia Samsihono untuk mengutarakan pendapatnya tentang Artificial Intelligence. 

Baca Juga: Denny JA Terbitkan Buku Terbaru Tentang Harian Pilpres 2024

Dalam diskusi bertema Ketika Kata dan Nada Berjumpa itu, Nia Samsihono memaparkan pengalamannya mengubah puisi menjadi lagu, dengan bantuan aplikasi Artificial Intelligence.

Mengaku dirinya gaptek (gagap teknokogi), Nia menuturkan, awalnya ia terpicu mengubah puisi menjadi lagu dengan bantuan AI karena diperkenalkan ke aplikasi tersebut oleh penulis Akmal Nasery Basral.

Nia menceritakan, hanya dalam beberapa menit, berkat dukungan AI, Akmal mampu mengubah puisi karya Nia menjadi lagu. Nia pun takjub. Akhirnya, bukan cuma Nia yang terlibat dalam “proyek” itu. Belasan penulis lain ikut menyumbang karya.

Baca Juga: Orasi Denny JA: Menangnya Gerakan "Katakan Tidak kepada Keharusan Berjilbab"

Nia Samsihono mengoordinasikan kolaborasi para penyair, agar lahir sebuah karya yang lain dari biasanya, yakni perpaduan karya puisi berupa buku, serta lagu yang dibuat dari puisi-puisi tersebut. “Karya keroyokan ini dikerjakan dengan cara saweran,” tambahnya.

Nia menghimpun tulisan para penyair seperti Denny JA, Akmal Nasery Basral, Eka Budianta, Sari Narulita, Linda Djalil, Menur Hayati Adiwiyono, Dwi Sutarjantono, Ellyviani Ekaputri Wulandari, Yudha Kurniawan, Pipiet Senja, Masya Firdaus, Dyah Tinggeng, Della Red Pradipta, dan H. Abustan dalam bentuk puisi, yang lalu dilagukan.

Meski gaptek tentang AI, Nia mengaku sudah bertahun-tahun mengurus musikalisasi puisi di Badan Bahasa. Kata Nia, musikalisasi puisi sudah dilakukan grup Bimbo terhadap puisi-puisi karya Taufiq Ismail. 

Baca Juga: Menangnya Gerakan Katakan tidak kepada Keharusan Berjilbab: Inilah Pandangan Denny JA

“Dalam musikalisasi puisi, puisi itu disampaikan tidak dengan cara dibaca tetapi dengan musik, agar puisi itu mudah dipahami oleh pendengar atau masyarakat. Dan puisi itu tidak berubah. Jadi tidak ada refrain dalam musikalisasi puisi,” jelas Nia.

Tetapi Nia melihat, dalam musikalisasi puisi berbasis AI yang dikerjakan Akmal, ada semacam refrain atau bagian yang diulang-ulang.

“Itu menjadi sebuah bentuk baru. Jadi bukan puisi utuh lagi, tetapi dipenggal-penggal, mengikuti nada-nada yang telah dibuat oleh para pemusik,” lanjut Nia.

Menanggapi Nia, penulis Dwi Sutarjantono mengatakan, ada banyak aplikasi AI untuk musikalisasi puisi. Ada yang gratis dan mudah, ada juga yang berbayar. 

“Ada pilihan, genre musiknya apa. Ini tergantung selera masing-masing. Ada rock, balada, seriosa. Juga bisa memilih suara yang diinginkan. Mungkin irama dangdut memakai tamborine, lalu ada pilihan nada, tempo, ritme,” tutur Dwi.

Menurut Dwi, para musisi sekarang justru memakai aplikasi AI ini untuk memudahkan mereka membuat lagu. *

Sumber: Kiriman

Berita Terkait