Satrio Arismunandar: Peran Perempuan dalam Proses Perdamaian Aceh Sering Diabaikan
- Penulis : Bramantio Bayuajie
- Kamis, 28 November 2024 07:45 WIB
LIFESTYLEABC.COM - Satrio Arismunandar, Sekjen SATUPENA memberikan penjelasan tentang pentingnya peran positif perempuan untuk mewujudkan perdamaian pada masa konflik bersenjata di Aceh.
Pendapat ini diungkapkan Satrio Arismunandar saat menanggapi diskusi SATUPENA dengan tema pahlawan perempuan Aceh dari masa ke masa yang diadakan pada hari Kamis, 28 November 2024
Diskusi SATUPENA tentang perdamaian Aceh yang dikomentari Satrio Arismunandar itu akan mengundang Suraiya Kamaruzzaman, aktivis perempuan dan Co-Founder Flower Aceh sebagai narasumber. Diskusi itu akan dipandu oleh Mila Muzakkar dan Amelia Fitriani.
Baca Juga: Satrio Arismunandar: Masa Depan Artificial Intelligence di Indonesia Cerah Meskipun ada Tantangan
Satrio mengungkapkan, tahun 2005 menandai berakhirnya konflik bersenjata selama lebih dari 30 tahun di Aceh. Ada penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) yang mengakhiri konflik berkelanjutan antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
“Meskipun perempuan tidak secara resmi terlibat dalam negosiasi MoU, mereka telah berperan penting dalam memastikan perdamaian yang berkelanjutan melalui upaya-upaya mereka di masyarakat,” tutur Satrio.
Namun, kata Satrio, perhatian yang diberikan pada peran perempuan dalam mencari solusi konflik di Aceh, upaya bertahan hidup mereka, atau keterlibatan mereka dalam pembangunan dan pembangunan perdamaian sangat minim.
“Bisa dipahami jika pada tahun 2000, Kongres Perempuan Seluruh Aceh yang pertama menyerukan partisipasi perempuan yang lebih besar dalam pengambilan keputusan politik,” ujar Satrio.
Satrio menyebut Suraiya Kamaruzzaman sebagai salah satu aktivis hak asasi manusia dan tokoh perempuan Aceh, yang berperan penting dalam proses perdamaian di wilayah tersebut. Suraiya berperan dalam advokasi dan pemberdayaan perempuan.
Satrio menjelaskan, Suraiya adalah co-founder Flower Aceh, sebuah organisasi non-profit yang berfokus pada pemberdayaan dan perlindungan hak-hak perempuan di Aceh, terutama selama dan setelah konflik. Ia juga aktif dalam advokasi hak-hak ekonomi dan reproduksi perempuan.
Pada tahun 2000, Suraiya menjadi Ketua Komite Penyelenggara Kongres Perempuan Aceh (Duek Pakat Inong Aceh), di mana ia terlibat dalam merancang rencana dan memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak-anak.
Baca Juga: Satrio Arismunandar: Bagi Jurnalis, AI Hasilkan Informasi dengan Cepat Tapi Tak Selalu Akurat
“Suraiya telah menerima penghargaan perdamaian dari UNDP N-Peace Award pada 2012 atas upaya dan dedikasinya dalam peningkatan kapasitas dan advokasi pemenuhan hak perempuan di Aceh,” kata Satrio.