Catatan Denny JA: Agama Leluhur yang Tersingkir di Negerinya Sendiri
- Penulis : Bramantio Bayuajie
- Selasa, 14 Januari 2025 10:07 WIB
-000-
Voltaire menggunakan satire ini untuk mengkritik keyakinan bahwa penderitaan manusia lebih mengerikan dibandingkan bencana alam, seperti gempa bumi Lisbon tahun 1755.
Ditulis pada tahun 1759, Candide lahir dalam konteks Zaman Pencerahan. Saat itu, rasionalitas dan skeptisisme terhadap otoritas tradisional, termasuk gereja, mulai berkembang.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Selayaknya Malam Tahun Baru menjadi Hari Raya Semua Manusia
Voltaire, sebagai salah satu tokoh utama gerakan ini, menggunakan karyanya untuk mengecam kebrutalan yang dilakukan atas nama agama. Ia menyoroti absurditas tindakan tersebut sebagai “bencana yang dibuat manusia lebih sadis dibandingkan bencana alam.”
Voltaire berada di barisan terdepan, berteriak perlunya toleransi, kebebasan berpikir, dan pemisahan antara gereja dan negara.
Relevansi kritik Voltaire tetap terasa hingga kini. Ia mengingatkan kita akan bahaya fanatisme dan dogma yang membutakan, serta pentingnya pendekatan rasional dan humanis dalam menghadapi keberagaman.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Pentingnya Mengawinkan Isu Sosial dan Puisi
-000-
Renungan Voltaire ini yang saya ingat ketika membaca 15 puisi esai Ahmad Gaus dalam kumpulan “Mereka Yang Tersingkir di Negerinya Sendiri.”
Ahmad Gaus hidup sekitar 300 tahun setelah era Voltaire. Kini sudah tumbuh kultur Hak Asasi Manusia. Perbedaan agama di dunia modern dihadapi secara rileks saja.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Salman Berjumpa Tunawisma di London
Tapi di berbagai belahan dunia, jejak diskriminasi itu masih terasa. Memang di era ini, diskriminasi agama tak lagi dengan cara pembunuhan atau pembakaran individu secara hidup-hidup.