Catatan Denny JA: Ibu, Kukirim Nyawaku Padamu, Sampaikah?
- Penulis : Bramantio Bayuajie
- Sabtu, 21 September 2024 10:00 WIB

Ia pohon muda yang menari dalam angin cita-cita.
Tahun 1960-an,
Indonesia mengirimnya untuk belajar,
ke Yugoslavia,
menjadi mata dan tangan revolusi.
Ia pecinta Bung Karno,
tergetar oleh gema perjuangan.
Bintang berdansa di jiwanya,
ketika menerima kabar,
beasiswa dari sang Pemimpin,
untuk belajar dan menguatkan revolusi.
Namun revolusi tumbang,
bersama Bung Karno,
bersama impian.
Tumbang pula harapan.
Jika pulang, penjara menanti.
Jika tak pulang, paspor pun terhapus.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Pemulung itu Seorang Doktor
Ia terombang-ambing,
menjadi daun gugur,
tak lagi memiliki tempat untuk jatuh.
Ia bukan lagi milik bumi mana pun.
Ia adalah pohon diterbangkan badai,
tercabut dari akar,
mengembara di langit kosong,
menunggu jatuh di tanah yang tak pernah datang.
“Ah, rindu kampung halaman,
mengoyak tiap sudut jiwaku."
Baca Juga: Orasi Denny JA: Mengapa Kita Perlu Forum Para Kreator di Era AI?
Bujana ingin mencicipi rasa masa lalu,
Jaje kelepon kini hanya ilusi,
jagung urap hadir dalam mimpi.
Bau masakan ibu,
Ayam Betutu yang semerbak,
Nasi Jinggo menyelimuti malam.
Suara gamelan membisikkan rindu,
mengundangnya pulang,
menjadi melodi masa lalu yang tak lagi bisa disentuh.
Baca Juga: Catatan Denny JA: 12 Jam Protes Berbaring di Jalan Raya
Di sudut Eropa Timur,
Bujana semakin tua,
ditemani istri dari Slovenia.
Anak-anak sudah besar,
cucu banyak tawa,
tapi jiwanya tetap mengembara,
selalu terbang ke rumah,
yang tak pernah lagi bisa ia lihat.