Catatan Denny JA: Mengapa Penting Membuat Dokumentasi Sebuah Pergerakan
- Penulis : Bramantio Bayuajie
- Selasa, 17 Desember 2024 09:00 WIB
Narasi yang penuh kesedihan ini menggambarkan realitas kaum miskin kota, yang terpinggirkan di tengah gemerlap ibu kota.
Kematian Mawar menjadi simbol keputusasaan, tetapi juga keheningan yang mendalam tentang ketidakadilan sosial .
Juga puisi “Sanih, Kamu Tak Perawan!,” karya Jojo Rahardjo. Puisi ini mengangkat kisah tragis Sanih, seorang santri muda yang dinikahi secara siri oleh seorang bupati, hanya untuk diceraikan empat hari kemudian.
Baca Juga: Catatan Denny JA; Potret Batin Indonesia, Aceh hingga Papua, dari Kacamata Generasi Z
Alasannya, Sanih dianggap tidak perawan, sebuah stigma yang melukai harga dirinya. Melalui sudut pandang bupati, puisi ini menelanjangi kepicikan, kemunafikan, dan misogini dalam masyarakat patriarkal.
Kasus Sanih tidak hanya mencerminkan pengabaian hak perempuan, tetapi juga eksploitasi kekuasaan dan budaya yang mempermalukan korban .
Ketiga puisi ini menggugah emosi dan menawarkan refleksi mendalam tentang kemanusiaan, ketidakadilan, dan kekuatan bertahan dalam penderitaan.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Retreat para Penulis untuk Kemerdekaan
-000-
Tapi empat serial buku ini tak hanya berisi puisi esai, melainkan juga berisi opini pakar soal puisi esai di buku ke empat.
Ini tiga contoh opini esai itu.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika 221 Penulis Bersaksi soal Pemilu dan Demokrasi di Indonesia, Tahun 2024
Untuk isu “Puisi Esai sebagai Pembaruan Demokratisasi Sastra,” Agus R. Sarjono mengemukakan bahwa puisi esai membawa pembaruan signifikan dalam demokratisasi sastra Indonesia.