Catatan Denny JA: Seorang Seniman yang Tak Kembali
- Penulis : Bramantio Bayuajie
- Senin, 07 Oktober 2024 17:40 WIB

LIFESTYLEABC.COM - Setelah terlempar oleh prahara politik tahun 1960-an di negeri asing, Rahman menyadari bahwa hidupnya bukanlah tentang revolusi, melainkan tentang cinta yang dituangkan dalam lukisan dan puisi.
Rahman duduk di kursi tua,
dinaungi pohon yang menggenggam kenangannya.
Tubuhnya layu,
seperti daun yang enggan jatuh.
Matanya menatap langit pudar,
kanvas kelabu yang kehilangan warna.
Hari-harinya membeku,
sepi.
Baca Juga: LSI Denny JA Rilis Data Tentang Kekhawatiran Masyarakat Soal Judi Online Untuk Keuangan
Dulu ia seniman,
menyimpan senja di Bukit Bandung,
merangkai kata-kata selembut angin Tangkuban Perahu.
Namun sejarah menerjang seperti badai,
menyapu jejaknya dari tanah air,
menyeretnya ke negeri asing,
menghapus namanya dari catatan zaman.
Negara mengirimnya jauh,
belajar keluar negeri,
tahun enam puluhan,
mengejar bintang revolusi.
Baca Juga: LSI Denny JA Rilis Data Tentang Perkembangan Ekonomi 10 Tahun Pemerintahan Jokowi
Padahal yang ia dambakan hanya gerimis
di atas genteng rumah di Bandung,
dan senja tenggelam di Dago.
Ia tak pernah ingin menjadi prajurit politik.
Ia hanya pelukis,
yang berbicara dalam diam,
penyair yang merangkul dunia dengan lembut.
Tapi roda sejarah tak berhenti,
menggilas warnanya,
menenggelamkannya dalam pusaran ideologi
yang tak pernah ia pahami.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Dilema di Tanah Asing
Di Peking, kuasnya masih menari,
puisi mengalir lembut di dadanya.
Setiap goresan adalah harapan,
namun dunia tak mendengar,
politik memutar takdir dengan kejam.