Catatan Denny JA: Ibu Muslimah Mengantar Putranya Menjadi Pendeta
- Penulis : Bramantio Bayuajie
- Sabtu, 11 Januari 2025 15:06 WIB
“Di Medan, kembali Raimona merenung.
Agama, pikirnya, adalah rumah.
Tapi rumah tak bisa dipaksa dibangun, di atas tanah yang belum siap.”
Siapapun di posisi Raimona bisa berkata:
“Aku berdusta,
Berdusta pada nurani, pada dunia, pada negara.
Namun apa daya,
di negeri ini, agama bukan sekadar jalan ke surga,
tapi tiket hidup di ranah birokrasi.”
Baca Juga: Catatan Denny JA: Annie, Warga Non Kristen, juga Merayakan Natal
Lain lagi puisi esai berjudul: “Nani Mengenang Kakek Alkema.” Puisi ini berkisah soal gempa bumi di Cianjur yang merusak Gereja Palalangan. Ini gereja sebagai simbol harmoni dan sejarah yang didirikan oleh misionaris Belanda, Alkema.
Gereja itu berdiri di dalam masyarakat yang 90 persen lebih berpopulasi Muslim tradisional.
Nani, cucunya, merenungkan warisan iman kakeknya dan tantangan toleransi di masa kini. Di tengah kemiskinan dan prasangka, ia belajar bahwa cinta dan pelayanan adalah jalan untuk meneruskan semangat Alkema.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Kutukan yang Diwariskan Turun Temurun
Puisi ini menyoroti keberanian menghadapi beda keyakinan demi kemanusiaan.
“Malam semakin larut, doa dipanjatkan.
"Tuhan, jadikan kami saluran kasih-Mu,
bukan hanya bagi sesama iman, tapi bagi seluruh insan."
Di bawah tiang-tiang kayu yang berusia seabad,
Nani merasa kecil di hadapan sejarah, namun besar dalam harapan.
Ia tahu perjalanan masih panjang,
namun cinta selalu menemukan jalannya, seperti air yang mengalir di lembah.”
Baca Juga: Catatan Denny JA: Selayaknya Malam Tahun Baru menjadi Hari Raya Semua Manusia
“Hidup harus menjadi terang, bukan bara yang membakar,
Namun, di dunia kini, terang itu kadang dianggap ancaman.”