Catatan Denny JA: Kabarkan Kisah Bunga yang Dipanah
- Penulis : Bramantio Bayuajie
- Jumat, 22 November 2024 09:55 WIB

Suasana berubah ketika ada yang menuliskannya.
Di rumah kayu di Amsterdam,
Multatuli menggenggam pena.
Ia mendengar suara-suara
yang tak pernah sampai ke istana.
Suasana berubah ketika ada yang menuliskannya.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Samudra Spiritualitas Berakar di Saraf Manusia
Ia menulis Max Havelaar,
novel tentang petani dan penindasan.
Suara itu menggema hingga istana.
Suasana berubah ketika ada yang menuliskannya.
Elit Belanda membacanya dengan dada terbakar.
“Apakah ini yang kita banggakan?”
Baca Juga: Catatan Denny JA; Potret Batin Indonesia, Aceh hingga Papua, dari Kacamata Generasi Z
Suasana berubah ketika ada yang menuliskannya.
Politik etis lahir dari pena itu.
Sekolah-sekolah berdiri,
para pribumi belajar huruf dan kata.
Dari huruf itu mereka merangkai suara,
dari suara itu mereka mencipta obor,
dari obor itu mereka menerangi jalan,
menuju kemerdekaan.
Suasana berubah ketika ada yang menuliskannya.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika 221 Penulis Bersaksi soal Pemilu dan Demokrasi di Indonesia, Tahun 2024
Seperti gunung menyembunyikan kawah,
seperti sungai menyembunyikan deras,
tulisan membuka yang terkubur.
Kisah yang tersimpan ratusan tahun,
akhirnya memecah batu-batu kesunyian.